PERPRES NOMOR 16 TAHUN 2018 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

Dalam sosialisasi yang dialksanakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan  PERPRES NOMOR 16 TAHUN 2018 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH


Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Dalam sosialisasi yang dialksanakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), bekerja sama dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), serta Pusat Pengkajian Pengadaan Indonesia (P3I),  dinyatakan bahwa Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 tahun 2018 dimaksud untuk memaksimalkan penyerapan APBN/APBD. Itu sebabnya, aturan dalam Pepres ini lebih sederhana. Ini dilihat dari jumlah bab dan pasal yang terdapat pada perpres baru ini. Penyederhanaan peraturan tersebut membuat isi dari peraturan presiden merupakan hal-hal yang bersifat normatif. Hal-hal yang bersifat prosedural dan menyangkut tugas dan fungsi, diatur lebih lanjut di dalam peraturan turunan, seperti Peraturan Lembaga dari LKPP dan Peraturan Menteri dari kementerian terkait.

Indro Bawono dari Kemenkeu menyatakan terdapat 13 hal baru yang terdapat pada Perpres Nomor 16 tahun 2018 ini. Perbedaan tersebut antara lain ruang lingkup, tujuan pengadaan, dan perencanaan pengadaan. Ditekankan pada perpres ini bahwa pengadaan barang/jasa pemerintah tidak sekadar mencari harga termurah dari penyedia. Tujuan pengadaan saat ini berubah menjadi menghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang yang dibelanjakan, diukur dari aspek kualitas, jumlah, waktu, biaya, dan penyedia.

Selain itu, terdapat hal baru lainnya yang mengatur tentang agen pengadaan, konsolidasi pengadaan, layanan penyelesaian sengketa, swakelola tipe baru, dan e-marketplace pemerintah. Diatur pula pada perpres baru ini hal-hal terkait pelaksanaan penelitian, repeat order, e-reverse auction, dan pekerjaan terintegrasi.

Dalam peraturan ini juga terdapat pengecualian dalam pengadaan barang/jasa pemerintah. Pengecualian ini diberlakukan pada pengadaan pada badan layanan umum, tarif resmi yang telah dipublikasikan secara luas, pengadaan barang/ jasa yang telah sesuai praktik bisnis yang mapan, dan pengadaan yang sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang lain.

Tidak hanya hal-hal baru, dalam kesempatan yang sama Khalid Mustafa dari Kemenkeu  juga menjelaskan secara mendetail perbedaan antara Perpres Nomor 16 Tahun 2018 dan Perpres Nomor 54 tahun 2010 beserta perubahannya.

Perbedaan tersebut terlihat dari penggunaan istilah yang digunakan. Beberapa di antaranya adalah Unit Layanan Pengadaan berubah menjadi Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa, lelang menjadi tender, Pokja ULP menjadi Pokja Pemilihan, dan Dokumen Pengadaan menjadi dokumen pemilihan.

Selain itu, terdapat perbedaan tugas dan fungsi masing-masing pelaksana pengadaan. Salah satunya adalah peran Pejabat/Panitia Penerima Hasil Pekerjaan yang secara tegas ditugaskan untuk pemeriksaan administrasi hasil pekerjaan.

Tidak hanya itu, secara keseluruhan terdapat 226 perbedaan antara kedua perpres tersebut yang dijelaskan oleh Khalid Mustafa.
Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ini, telah ditandatangani oleh Presiden RI pada tanggal 16 Maret 2018 dan diundangkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia pada 22 Maret 2018.

Peraturan Presiden ini akan mulai diterapkan pada pengadaan barang/jasa yang direncanakan mulai 1 Juli 2018. Untuk pengadaan yang direncanakan sebelum 1 Juli 2018, Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 beserta perubahannya masih bisa digunakan. Sedangkan kontrak yang ditandatangani berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 beserta perubahannya akan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya kontrak.

Berikut ini beberapa Istilah yang terdapat dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

1.  Pengadaan  Barang/Jasa  Pemerintah  yang  selanjutnya disebut  Pengadaan  Barang/Jasa  adalah  kegiatan Pengadaan  Barang/Jasa  oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat  Daerah  yang dibiayai  oleh  APBN/APBD  yang  prosesnya  sejak identifikasi  kebutuhan,  sampai  dengan  serah  terima hasil pekerjaan. 

2.  Kementerian  Negara  yang  selanjutnya  disebut Kementerian  adalah  perangkat  pemerintah  yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.

3.  Lembaga  adalah  organisasi  non-Kementerian  Negara dan  instansi  lain  pengguna  anggaran  yang  dibentuk untuk  melaksanakan  tugas  tertentu  berdasarkan Undang-Undang  Dasar  Negara  Republik  Indonesia Tahun  1945  atau  peraturan  perundang-undangan lainnya.

4.  Perangkat  Daerah  adalah  unsur  pembantu  Kepala Daerah  dan  Dewan  Perwakilan  Rakyat  Daerah  dalam penyelenggaraan  Urusan  Pemerintahan  yang  menjadi kewenangan Daerah.

5.  Pemerintah  Daerah  adalah  kepala  daerah  sebagai unsur  penyelenggara  Pemerintahan  Daerah  yang memimpin  pelaksanaan  urusan  pemerintahan  yang menjadi kewenangan daerah otonom. 

6.  Lembaga  Kebijakan  Pengadaan  Barang/Jasa Pemerintah  yang  selanjutnya  disingkat  LKPP  adalah lembaga  Pemerintah  yang  bertugas  mengembangkan dan  merumuskan  kebijakan  Pengadaan  Barang/Jasa Pemerintah.

7.  Pengguna  Anggaran yang  selanjutnya  disingkat  PA adalah  pejabat  pemegang  kewenangan  penggunaan anggaran  Kementerian  Negara/Lembaga/Perangkat Daerah.

8.  Kuasa  Pengguna  Anggaran  pada  Pelaksanaan  APBN yang  selanjutnya  disingkat  KPA  adalah  pejabat  yang memperoleh  kuasa  dari  PA  untuk  melaksanakan sebagian  kewenangan  dan  tanggung  jawab penggunaan  anggaran  pada  Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.

9.  Kuasa  Pengguna  Anggaran  pada  Pelaksanaan  APBD yang  selanjutnya  disingkat  KPA  adalah  pejabat  yang diberi  kuasa  untuk  melaksanakan  sebagian kewenangan pengguna anggaran dalam melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Perangkat Daerah. 

10.  Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK  adalah  pejabat  yang  diberi  kewenangan  oleh PA/KPA  untuk  mengambil  keputusan  dan/atau melakukan  tindakan  yang  dapat  mengakibatkan pengeluaran  anggaran  belanja  negara/anggaran belanja daerah.

11.  Unit  Kerja  Pengadaan  Barang/Jasa  yang  selanjutnya disingkat  UKPBJ  adalah  unit  kerja  di Kementerian/Lembaga/Pemerintah  Daerah  yang menjadi pusat keunggulan Pengadaan Barang/Jasa.

12.  Kelompok  Kerja  Pemilihan  yang  selanjutnya  disebut Pokja  Pemilihan  adalah  sumber  daya  manusia  yang ditetapkan  oleh  pimpinan  UKPBJ  untuk  mengelola pemilihan Penyedia. 

13.  Pejabat  Pengadaan  adalah  pejabat administrasi/pejabat  fungsional/personel  yang bertugas  melaksanakan  Pengadaan  Langsung, Penunjukan Langsung, dan/atau E-purchasing. 

14.  Pejabat  Pemeriksa  Hasil  Pekerjaan  yang  selanjutnya disingkat  PjPHP  adalah  pejabat  administrasi/pejabat fungsional/personel  yang  bertugas  memeriksa administrasi hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa.

15.  Panitia  Pemeriksa  Hasil  Pekerjaan  yang  selanjutnya disingkat  PPHP  adalah  tim  yang  bertugas  memeriksa administrasi hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa.

16.  Agen  Pengadaan  adalah  UKPBJ  atau  Pelaku  Usaha yang  melaksanakan  sebagian  atau  seluruh  pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa yang diberi kepercayaan oleh Kementerian/ Lembaga/ Perangkat  Daerah  sebagai pihak pemberi pekerjaan.

17.  Penyelenggara  Swakelola  adalah  Tim  yang menyelenggarakan kegiatan secara Swakelola. 

18.  Pengelola  Pengadaan  Barang/Jasa  adalah  Pejabat Fungsional  yang  diberi  tugas,  tanggung  jawab, wewenang,  dan  hak  secara  penuh  oleh  pejabat  yang berwenang  untuk  melaksanakan  Pengadaan Barang/Jasa.

19.  Rencana  Umum  Pengadaan  Barang/Jasa  yang selanjutnya  disingkat  RUP  adalah  daftar  rencana Pengadaan Barang/Jasa yang akan dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah.

20.  E-marketplace  Pengadaan  Barang/Jasa  adalah  pasar elektronik  yang  disediakan  untuk  memenuhi kebutuhan barang/jasa pemerintah.

21.  Layanan Pengadaan Secara Elektronik adalah layanan pengelolaan  teknologi  informasi  untuk  memfasilitasi pelaksanaan  Pengadaan  Barang/Jasa  secara elektronik.

22.  Aparat  Pengawas  Intern  Pemerintah  yang  selanjutnya disingkat  APIP  adalah  aparat  yang  melakukan pengawasan  melalui  audit,  reviu,  pemantauan, evaluasi,  dan  kegiatan  pengawasan  lain  terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi Pemerintah.

23.  Pengadaan  Barang/Jasa  melalui  Swakelola  yang selanjutnya  disebut  Swakelola  adalah  cara memperoleh  barang/jasa  yang  dikerjakan  sendiri  oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat  Daerah, Kementerian/  Lembaga/Perangkat  Daerah  lain, organisasi  kemasyarakatan,  atau  kelompok masyarakat.

24.  Organisasi  Kemasyarakatan  yang  selanjutnya  disebut Ormas adalah organisasi  yang didirikan dan dibentuk oleh  masyarakat  secara  sukarela  berdasarkan kesamaan  aspirasi,  kehendak,  kebutuhan, kepentingan,  kegiatan,  dan  tujuan  untuk berpartisipasi  dalam  pembangunan  demi  tercapainya tujuan  Negara  Kesatuan  Republik  Indonesia  yang berdasarkan Pancasila.

25.  Kelompok  Masyarakat  adalah  kelompok  masyarakat yang  melaksanakan  Pengadaan  Barang/Jasa  dengan dukungan anggaran belanja dari APBN/APBD.

26.  Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia adalah cara memperoleh  barang/jasa  yang  disediakan  oleh  Pelaku Usaha.


27.  Pelaku  Usaha  adalah  setiap  orang  perorangan  atau badan  usaha,  baik  yang  berbentuk  badan  hukum maupun  bukan  badan  hukum  yang  didirikan  dan berkedudukan  atau  melakukan  kegiatan  dalam wilayah  hukum  negara  Republik  Indonesia,  baik sendiri  maupun  bersama-sama  melalui  perjanjian menyelenggarakan  kegiatan  usaha  dalam  berbagai bidang ekonomi.

28.  Penyedia  Barang/Jasa  Pemerintah  yang  selanjutnya disebut  Penyedia  adalah  Pelaku  Usaha  yang menyediakan barang/jasa berdasarkan kontrak.

29.  Barang  adalah  setiap benda  baik  berwujud  maupun tidak  berwujud,  bergerak  maupun  tidak  bergerak, yang  dapat  diperdagangkan,  dipakai,  dipergunakan atau dimanfaatkan oleh Pengguna Barang.

30.  Pekerjaan  Konstruksi  adalah  keseluruhan  atau sebagian  kegiatan  yang  meliputi  pembangunan, pengoperasian,  pemeliharaan,  pembongkaran,  dan pembangunan kembali suatu bangunan.

31.  Jasa Konsultansi adalah jasa layanan profesional yang membutuhkan  keahlian  tertentu  diberbagai  bidang keilmuan yang mengutamakan adanya olah pikir.

32.  Jasa  Lainnya  adalah  jasa  non-konsultansi  atau  jasa yang  membutuhkan  peralatan,  metodologi  khusus, dan/atau keterampilan dalam suatu sistem tata kelola yang  telah  dikenal  luas  di  dunia  usaha  untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. 

33.  Harga  Perkiraan  Sendiri  yang  selanjutnya  disingkat HPS  adalah  perkiraan  harga  barang/jasa  yang ditetapkan oleh PPK.

34.  Penelitian  adalah  kegiatan  yang  dilakukan  menurut kaidah  dan  metode  ilmiah  secara  sistematis  untuk memperoleh  informasi,  data,  dan  keterangan  yang berkaitan  dengan  pemahaman  dan  pembuktian kebenaran  atau  ketidakbenaran  suatu  asumsi dan/atau  hipotesis  di  bidang  ilmu  pengetahuan  dan teknologi  serta  menarik  kesimpulan  ilmiah  bagi keperluan  kemajuan  ilmu  pengetahuan  dan/atau teknologi.

35.  Pembelian  secara  Elektronik  yang  selanjutnya  disebut E-purchasing adalah  tata  cara  pembelian  barang/jasa melalui sistem katalog elektronik.

36.  Tender  adalah  metode  pemilihan  untuk  mendapatkan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya.

37.  Seleksi  adalah  metode  pemilihan  untuk  mendapatkan Penyedia Jasa Konsultansi.

38.  Tender/Seleksi  Internasional  adalah  pemilihan Penyedia  Barang/Jasa  dengan  peserta  pemilihan dapat  berasal  dari  pelaku  usaha  nasional  dan  pelaku usaha asing. 

39.  Penunjukan Langsung adalah metode pemilihan untuk mendapatkan  Penyedia  Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa  Konsultansi/Jasa  Lainnya  dalam keadaan tertentu.

40.  Pengadaan  Langsung  Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa  Lainnya  adalah  metode  pemilihan untuk  mendapatkan  Penyedia  Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa  Lainnya  yang  bernilai  paling  banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

41.  Pengadaan Langsung Jasa Konsultansi adalah metode pemilihan  untuk  mendapatkan  Penyedia  Jasa Konsultansi  yang  bernilai  paling  banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 

42.  E-reverse  Auction  adalah  metode  penawaran  harga secara berulang.

43.  Dokumen Pemilihan adalah dokumen yang ditetapkan oleh  Pokja  Pemilihan/Pejabat  Pengadaan/Agen Pengadaan  yang  memuat  informasi  dan  ketentuan yang  harus  ditaati  oleh  para  pihak  dalam  pemilihan Penyedia.

44.  Kontrak  Pengadaan  Barang/Jasa  yang  selanjutnya disebut  Kontrak  adalah  perjanjian  tertulis  antara PA/KPA/PPK  dengan  Penyedia  Barang/Jasa  atau pelaksana Swakelola.

45.  Usaha  Mikro  adalah  usaha  produktif  milik  orang perorangan  dan/atau  badan  usaha  perorangan  yang memenuhi  kriteria  Usaha  Mikro  sebagaimana dimaksud  dalam  Undang-Undang  tentang  Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

46.  Usaha  Kecil  adalah  usaha  ekonomi  produktif  yang berdiri  sendiri  dan  dilakukan  oleh  orang  perorangan atau  badan  usaha  yang  bukan  merupakan  anak perusahaan  atau  bukan  cabang  perusahaan  yang dimiliki,  dikuasai  atau  menjadi  bagian  baik  langsung maupun  tidak  langsung  dari  Usaha  Menengah  atau Usaha  Besar  yang  memenuhi  kriteria  Usaha  Kecil sebagaimana  dimaksud  dalam  Undang-Undang tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

47.  Usaha  Menengah  adalah  usaha  ekonomi  produktif yang  berdiri  sendiri,  yang  dilakukan  oleh  orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak  perusahaan  atau  cabang  perusahaan  yang dimiliki,  dikuasai,  atau  menjadi  bagian  baik  langsung maupun  tidak  langsung  dengan  Usaha  Kecil  atau Usaha  Besar  dengan  jumlah  kekayaan  bersih  atau hasil  penjualan  tahunan  sebagaimana  diatur  dalam Undang-Undang  tentang  Usaha  Mikro,  Kecil,  dan Menengah. 

48.  Surat  Jaminan  yang  selanjutnya  disebut  Jaminan adalah  jaminan  tertulis  yang  dikeluarkan  oleh  Bank Umum/  Perusahaan  Penjaminan/Perusahaan Asuransi/lembaga  keuangan  khusus  yang menjalankan  usaha  di  bidang  pembiayaan, penjaminan,  dan  asuransi  untuk  mendorong  ekspor Indonesia  sesuai  dengan  ketentuan  peraturan perundang-undangan  di  bidang  lembaga  pembiayaan ekspor Indonesia.

49.  Sanksi  Daftar  Hitam  adalah  sanksi  yang  diberikan kepada  peserta  pemilihan/Penyedia  berupa  larangan mengikuti  Pengadaan  Barang/Jasa  di  seluruh Kementerian/Lembaga/Perangkat  Daerah  dalam jangka waktu tertentu. 

50.  Pengadaan  Berkelanjutan  adalah  Pengadaan Barang/Jasa  yang  bertujuan  untuk  mencapai  nilai manfaat  yang  menguntungkan  secara  ekonomis  tidak hanya  untuk  Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah  sebagai  penggunanya  tetapi  juga  untuk masyarakat,  serta  signifikan  mengurangi  dampak negatif terhadap lingkungan dalam keseluruhan siklus penggunaannya.

51.  Konsolidasi  Pengadaan  Barang/Jasa  adalah  strategi Pengadaan  Barang/Jasa  yang  menggabungkan beberapa paket Pengadaan Barang/Jasa sejenis. 

52.  Keadaan  Kahar  adalah  suatu  keadaan  yang  terjadi  di luar  kehendak  para  pihak  dalam  kontrak  dan  tidak dapat  diperkirakan  sebelumnya,  sehingga  kewajiban yang ditentukan  dalam  kontrak  menjadi  tidak  dapat dipenuhi.

53.  Kepala Lembaga adalah Kepala LKPP.


Berikut ini beberapa Perubahan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah berdasarkan Perpres Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

1. Lebih Sederhana
Perpres Nomor 16 tahun 2018 memiliki 15 Bab dengan 98 pasal, lebih sederhana dibandingkan Perpres No. 54 Tahun 2010 beserta perubahannya yang memiliki 19 Bab dengan 139 Pasal. Selain jumlah pasalnya yang lebih sedikit, Perpres PBJ Baru juga akan menghilangkan bagian penjelasan dan menggantinya dengan penjelasan norma-norma pengadaan. Hal-hal yang bersifat prosedural, pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi akan diatur lebih lanjut dalam peraturan Kepala LKPP dan peraturan kementerian sektoral lainnya.

2. Agen Pengadaan
Dalam Perpres Nomor 16 tahun 2018 diperkenalkan Agen Pengadaan yaitu Perorangan, Badan Usaha atau UKPBJ (ULP) yang akan melaksanakan sebagian atau seluruh proses pengadaan barang/jasa yang dipercayakan oleh K/L/D/I. Mekanisme penentuan Agen Pengadaan dapat dilakukan melalui proses swakelola bilamana pelakananya adalah UKPBJ K/L/D/I atau melalui proses pemilhan bilamana dilakukan oleh perorangan atau badan usaha.
Agen Pengadaan akan menjadi solusi untuk pengadaan yang bersifat kompleks atau tidak biasa dilaksakan oleh suatu satker, sementara satker tersebut tidak memiliki personil yang memiliki kemampuan untuk melaksanakan proses pengadaan sendiri.

3. Swakelola Tipe Baru
Bila pada Perpres No. 54 Tahun 2010 beserta perubahannya kita mengenai 3 tipe swakelola, maka pada Perpres Nomor 16 tahun 2018 dikenal dengan 4 tipe swakelola. Tipe keempat yang menjadi tambahan adalah Swakelola yang dilakukan oleh organisasi masyarakat seperti ICW, dll.

4. Layanan Penyelesaian Sengketa Kontrak Pengadaan
Melihat banyaknya masalah kontrak yang tidak terselesaikan, bahkan sering berujung ke pengadilan atau arbitrase yang mahal, maka LKPP memberikan respon dengan membentuk Layanan Penyelesaian Sengketa Kontrak yang akan diatur lebih rinci didalam Perpres Nomor 16 tahun 2018. Layanan ini diharapkan menjadi solusi untuk menyelesaikan masalah pelaksanaan kontrak sehingga tidak perlu harus diselesaikan di pengadilan.

5. Perubahan Istilah
Perpres Nomor 16 tahun 2018 akan memperkenalkan istilah baru dan juga mengubah istilah lama sebagai penyesuaian dengan perkembangan dunia pengadaan. Istilah baru tersebut diantaranya adalah Lelang menjadi Tender, ULP menjadi UKPBJ, Pokja ULP menjadi Pokja Pemilihan dan K/L/D/I menjadi K/L/SKPD.

6. Otonomi BLU Untuk Mengatur Pengadaan Sendiri 
Perpres Nomor 16 tahun 2018 akan menekankan bahwa BUMN/BUMD dan BLU Penuh untuk mengatur tatacara pengadaan sendiri yang lebih sesuai dengan karakteristik lembaga. Fleksilitas ini dalam rangka untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengadaan di BUMN/BUMD dan BLU.

Namun demikian, hendaknya BUMN/BUMD dan BLU dalam menyusun tatacara pengadaannya tidak terjebak sekedar mengubah batasan pengadaan langsung dan lelang dan secara substansi tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan Perpres Pengadaan Pemerintah.

7. ULP menjadi UKPBJ
Istilah ULP atau Unit Layanan Pengadaan yang merupakan nama generic untuk menunjukan organisasi pengadaan di K/L/D/I akan diubah menjadi Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa.

8. Batas Pengadaan Langsung
Dalam Perpres Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Batas pengadaan langsung untuk jasa konsultansi akan berubah dari Rp.50 juta menjadi Rp.100 juta, sedangkan untuk pengadaan barang/konstruksi/jasa lainnya tetap dinilai sampai dengan Rp.200 juta.

9. Jaminan Penawaran
Jaminan penawaran yang dihapus oleh Perpres No. 4 Tahun 2015 pada Perpres Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah kembali akan diberlakukan khusus untuk pengadaan konstruksi untuk pengadaan diatas Rp.10 Milyar.

10. Jenis Kontrak 
Dalam Perpres Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Jenis kontrak akan disederhanakan menjadi dua jenis pengaturan saja, yaitu untuk barang/konstruksi/jasa lainnya hanya akan diatur kontrak lumpsum, harga satuan, gabungan, terima jadi (turnkey) dan kontrak payung. Sedangkan untuk konsultansi terdiri dari kontrak keluaran (lumpsum), waktu penugasan (time base) dan Kontrak Payung.

Link Download Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa PemerintahDISINI-- 

Demikian informasi tentang Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah semoga bermanfaat. Terima kasih Anda telah berkunjung ke blog ini. Jika ada saran dan masukan silahkan sampaikan melalui kolom komentar di bawah ini.


LihatTutupKomentar